POS BANTUAN HUKUM
Dasar Hukum Pos Bantuan Hukum (Posbakum)
A. Pengertian Pos Bantuan Hukum
Berdasarkan Perma No.1 Tahun 2014 tentang pedoman pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan bahwa ada tiga ruang lingkup pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu yakni layanan pembebasan biaya perkara2, sidang di luar gedung pengadilan3 dan Posbakum di lingkungan Peradilan umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Posbakum pada pengadilan adalah layanan yang dibentuk oleh dan ada pada pengadilan tingkat pertama untuk memberikan layanan hukum berupa informasi, konsultasi, dan advis hukum serta pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan.
Layanan ini dilakukan oleh petugas Posbakum4 yang berasal dari lembaga pemberi layanan Posbakum Pengadilan yang bekerjasama dengan pengadilan dan bertugas sesuai dengan kesepakatan jam layanan Posbakum Pengadilan di dalam perjanjian kerjasama.
B. Dasar Hukum Posbakum di Peradilan Agama
Terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai penyelenggaraan bantuan hukum di Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945, menyebutkan tiga pasal terkait hal ini, yakni pasal 28D ayat (1)6, pasal 28G ayat (1)7 dan pasal 28H ayat (2)8. Selanjutnya pada Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En Madura (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 227)9 dan Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44)10 di bagian 6 tercantum aturan izin berperkara tanpa biaya.
Selain itu terdapat pula beberapa undang-undang yang mengatur mengenai pedoman penyelenggaraan bantuan hukum di Indonesia. Pertama, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat pada Bab VI pasal 22 mengatur mengenai bantuan hukum cuma-cuma oleh advokat.11 Kedua, Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Bab XI mengenai bantuan hukum pasal 56 dan 57 12. Ketiga, Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pasal 60B dan 60C.13 Keempat, Undang- Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Mahkamah Agung sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman juga mengatur mengenai pedoman penyelenggaraan dan penggunaan anggaran bantuan hukum di Indonesia yaitu Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2009 tentang biaya proses penyelesaian perkara dan pengelolaannya pada Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya14 dan Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) No. 10 Tahun 2010, tentang Bantuan Hukum di lingkungan Peradilan Tingkat Pertama. Selain itu, Mahkamah Agung juga mengeluarkan peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 tahun 2014 tentang pedoman pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan.
Selanjutnya berkaitan dengan petunjuk teknis pelaksanaan Perma No. 1 tahun 2014 tersebut, maka Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Ditjen Badilag) mengeluarkan Surat Edaran Ditjen Badilag Nomor 0508.A/Dja/Hk.00/III/2014 tentang petunjuk teknis pelaksanaan Perma No. 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Layanan Hukum Bagi Masyarakat Miskin di Pengadilan.
Pasal 16
Pembentukan Pos Bantuan Hukum
[1] Pada setiap Pengadilan Agama dibentuk Pos Bantuan Hukum.
[2] Pembentukan Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama dilakukan secara bertahap.
[3] Pengadilan Agama menyediakan dan mengelola ruangan dan sarana serta prasarana untuk Pos Bantuan Hukum sesuai kemampuan.
Pasal 17
Jenis Jasa Hukum Dalam Pos Bantuan Hukum
[1] Jenis jasa hukum yang diberikan oleh Pos Bantuan Hukum berupa pemberian informasi, konsultasi, advis dan pembuatan surat gugatan/permohonan.
[2] Jenis jasa hukum seperti pada ayat (1) di atas dapat diberikan kepada penggugat/pemohon dan tergugat/termohon.
[3] Pemberian jasa hukum kepada penggugat/pemohon dan tergugat/termohon tidak boleh dilakukan oleh satu orang pemberi bantuan hukum yang sama.
Pasal 18
Pemberi Jasa Di Pos Bantuan Hukum
[1] Pemberi jasa di Pos Bantuan Hukum adalah:
- Advokat;
- Sarjana Hukum; dan
- Sarjana Syari’ah.
[2] Pemberi jasa di Pos Bantuan Hukum berasal dari organisasi bantuan hukum dari unsur Asosiasi Profesi Advokat, Perguruan Tinggi, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
[3] Pemberi jasa di Pos Bantuan Hukum dapat diberi imbalan jasa oleh negara melalui DIPA Pengadilan Agama.
[4] Pemberi jasa yang akan bertugas di Pos Bantuan Hukum ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama melalui kerjasama kelembagaan dengan organisasi profesi advokat, organisasi bantuan hukum dari unsur Perguruan Tinggi, dan oganisasi bantuan hukum dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pasal 19
Penerima Jasa Pos Bantuan Hukum
Yang berhak menerima jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah orang yang tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan anak-anak serta penyandang disabilitas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik sebagai penggugat/permohon maupun tergugat/termohon.
Pasal 20
Syarat-Syarat Memperoleh Jasa Dari Pos Bantuan Hukum
Syarat untuk mengajukan permohonan pemberian jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah dengan melampirkan:
[1] Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/Banjar/Nagari/Gampong; atau
[2] Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), dan Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT); atau
[3] Surat Pernyataan tidak mampu membayar jasa advokat yang dibuat dan ditandatangani oleh Pemohon Bantuan Hukum dan diketahui oleh Ketua Pengadilan Agama.
Pasal 21
Imbalan Jasa Bantuan Hukum
[1] Besarnya imbalan jasa didasarkan pada lamanya waktu yang digunakan oleh pemberi jasa bantuan hukum dalam memberikan layanan, bukan pada jumlah penerima jasa yang telah dilayani.
[2] Ketentuan besarnya imbalan jasa ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama sesuai dengan ketentuan mengenai standar biaya yang berlaku.
[3] Panitera Sekretaris selaku Kuasa Pengguna Anggaran, berdasarkan ayat (2) di atas, membuat Surat Keputusan bahwa imbalan jasa bantuan hukum tersebut dibebankan kepada DIPA pengadilan dan selanjutnya menyerahkan Surat Keputusan tersebut kepada Bendahara Pengeluaran sebagai dasar pembayaran.
[4] Bendahara pengeluaran membayar imbalan jasa bantuan hukum dengan persetujuan Kuasa Pengguna Anggaran.
Pasal 22
Mekanisme Pemberian Jasa Pos Bantuan Hukum
[1] Pemohon jasa bantuan hukum mengajukan permohonan kepada Pos Bantuan Hukum dengan mengisi formulir yang telah disediakan.
[2] Permohonan seperti pada ayat (1) dilampiri:
- Fotocopy Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dengan memperlihatkan aslinya; atau
- Fotocopy Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya dengan memperlihatkan aslinya; atau
- Surat Pernyataan tidak mampu membayar jasa advokat.
[3] Pemohon yang sudah mengisi formulir dan melampirkan SKTM dapat langsung diberikan jasa layanan bantuan hukum berupa pemberian informasi, advis, konsultasi dan pembuatan gugatan/permohonan.
Pasal 23
Mekanisme Pengawasan dan Pertanggung Jawaban
[1] Pengawasan Pos Bantuan Hukum dilakukan oleh Ketua Pengadilan bersama-sama dengan organisasi penyedia jasa bantuan hukum.
[2] Ketua Pengadilan Agama bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum.
[3] Panitera Pengadilan Agama membuat buku registrasi khusus untuk mengontrol pelaksanaan pemberian bantuan hukum.
[4] Pemberi bantuan hukum wajib memberikan laporan tertulis kepada Ketua Pengadilan Agama tentang telah diberikannya bantuan hukum dengan melampirkan bukti-bukti sebagai berikut:
- Formulir permohonan dan foto kopi Surat Keterangan Tidak Mampu atau Surat Keterangan Tunjanngan Sosial lainnya, jika ada; dan
- Pernyataan telah diberikannya bantuan hukum yang ditandatangani oleh pihak pemberi dan penerima bantuan hukum.
[5] Kuasa Pengguna Anggaran menyimpan seluruh bukti pengeluaran anggaran sesuai ketentuan.
[6] Bendahara pengeluaran melakukan pembukuan setiap transaksi keuangan untuk penyelenggaraan Pos Bantuan Hukum sesuai ketentuan.
[7] Panitera/Sekretaris melaporkan pelaksanaan pos bantuan hukum melalui SMS Gateway dan laporan lainnya sesuai ketentuan.